PELUANG DAN TANTANGAN ASN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 MENYONSONG SOCIETY 5.0


Oleh : Yaumil, S. STP 

Tahun 2011 telah memasuki Era Industry 4.0, yang ditandai dengan meningkatnya konektivitas, interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi. Smart ASN sebagai konsepsi dan nilai baru yang perlu diinternalisasi bagi Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan birokrasi Indonesia. Generasi Smart ASN dibangun sejalan dengan prioritas pembangunan SDM serta grand design reformasi birokrasi nasional. Kebijakan strategis pembangunan SDM Aparatur Sipil Negara (ASN) bertumpu pada reformasi manajemen ASN dalam Undang-Undnag Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS, dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Smart ASN adalah harapan di tengah kondisi birokrasi Indonesia yang masih berjalan tidak efektif. Indonesia berada di peringkat ke-77 dari 119 negara dalam Global Talent Competitiveness Index, dengan nilai 38,04 (Menpan.go.id, 2019).

Revolusi industri 4.0 menjadi tantangan oleh semua pihak, bahkan pemerintahan Indonesia. Para aparatur sipil negara dituntut untuk beradaptasi terhadap transformasi teknologi sehingga fungsi pelayanan publik dapat lebih efisien, tepat dan cepat. Oleh karena itu, digitalisasi menjadi hal yang tidak bisa dihindari (Dodi Faedlulloh Dkk, 2020). Fenomena penggunaan digital dalam kehidupan manusia semakin meningkat, Fenomena ini dapat ditemui di berbagai keseharian masyarakat, seperti teknologi digital komputer, permainan digital, digitalisasi pemakaian mata uang (e-money), pemakaian media digital (e-media), hingga berkembang pesatnya film berbasis digital. Secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas ASN dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, dan politik.

Implementasi penggunaan teknologi telah memperhatikan aspek-aspek humaniora guna   menciptakan berbagai tools pada proses pemecahan masalah-masalah sosial. Sehingga, tidak dapat dihindari dalam menyonsong era society 5.0 atau super smart society dibutuhkan penyesuaian diberbagai sektor, bahwa tidak menutup kemungkinan di masa depan akan muncul berbagai jenis pekerjaan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Untuk itu, dalam menghadapi persaingan tersebut maka dibutuhkan perubahan pada penyelenggaraan pelayanan publik secara komprehenshif khusus dalam pengembangan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Aparatur Sipil Negara (Menpan.go.id, 2021).

Riset World Economic Forum (WEF) 2020, terdapat 10 rekomendasi untuk menghadapi tantangan era Revolusi Industri 4.0 dan menyonsong Society 5.0, yakni ASN yang dapat memecahkan masalah yang komplek, berpikir kritis, kreatif, kemampuan memanajemen, dapat berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi mengedepankan pelayanan kepada masyarakat, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif. Sehingga, Society 5.0 dibuat sebagai solusi dari Revolusi 4.0, namun yang ditakutkan akan mendegradasi ASN dan karakter ASN jika tidak dapat mengembangkan diri dan menyesuiakan dengan iklim perekembangan teknologi. Bahwa di era Society 5.0 nilai karakter harus dikembangkan, empati dan toleransi harus dipupuk seiring dengan perkembangan kompetensi ASN yang berfikir kritis, inovatif, dan kreatif.

Selanjutnya, Society 5.0 bertujuan untuk mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik menjadi satu sehingga semua kegiatan menjadi mudah dengan dilengkapi artificial intelegent. Pekerjaan dan aktivitas ASN akan difokuskan pada Human-Centered yang berbasis pada teknologi. Sehingga jika ASN tidak dapat berkompetisi di Era Society 5.0 maka ASN akan punah dan masih sama dengan era disrupsi yang seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi dapat menghilangkan lapangan kerja, namun juga mampu menciptakan lapangan kerja baru.
Elemen transformasi digital yang saling terintegrasi di era revolusi 4.0 menyonsong Society 5.0, Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Hadirnya Peraturan Presiden tersebut mengampu proses digitalisasi layanan publik yang selama ini dinilai belum optimal karena pengembangan yang masih kurang optimal, tidak terstandar, dan belum terintegrasi satu sama lain. Tentunya menjadi tantangan besar bagi Pemerintah dalam mencetak dan mengembangkan Aparatur Sipil Negara agar dapat bersaing dengan kebutuhan ASN di era revolusi 4.0 menyonsong Society 5.0, sehingga dibutuhkan perubahan penyelenggaraan pelayanan publik diberbagai sektor dan secara komprehensif.

Revolusi Industri 4.0 menyonsong Era Society 5.0 peluang atau ancaman


Kemajuan teknologi merupakan pelopor Revolusi Industri 4.0 menyonsong Era Society 5.0, dimana kemajuan tersebut diwujudkan dalam berbagai fasilitas aplikasi, penggunaan jaringan internet dan atomatisasi peralatan mekatronik.

Wolter mengidentifikasi tantangan revolusi industri 4.0 menyonsong era society 5.0 sebagai berikut:

  1. Masalah keamanan teknologi informasi 
  2. Keandalan dan stabilitas mesin produksi 
  3. Kurangnya keterampilan yang memadai
  4. Keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan
  5. Hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi

Suatu realita yang tidak dapat dipungkiri bahwa otomatisasi akan menghilangkan banyak pekerjaan, bila dikaitkan dengan kontek statemen bahwa 65 % pekerjaan saat ini akan hilang 10 tahun mendatang’, maka dampak ini yang saat ini menjadi bahan renungan bersama (Eko Boedijanto, 2019). Selanjutnya, Irianto (2011) menyebutkan bahwa tahun 2020 struktur kerja berubah menjadi 1) pemecahan masalah yang kompleks 2) berpikir kritis 3) kreativitas 4) manajemen orang 5) kerjasama dengan orang lain 6) kecerdasan emosional 7) penilaian dan pengambilan keputusan 8) orientasi layanan; 9) negosiasi dan 10 fleksibilitas kognitif.

Tata Kelola SDM Aparatur Menuju Birokrasi Revolusi Industri 4.0 menyonsong Era Society 5.0

Apakah ASN siap menghadapi kemungkinan 10 dan 15 serta 20 tahun mendatang?, hal ini tidak cukup  hanya direnungkan tetapi yang dipikirkan sekarang harus mulai direncanakan dan dikerjakan mulai sekarang, karena waktu tidak akan kompromi dan akan melaju terus. Berikut beberapa hal yang sekiranya dapat dikerjakan, (Eko Boedijanto, 2019) antara lain;

Memanfaatkan teknologi saat ini untuk mempelajari berbagai hal dalam rangka mengantisipasi kemungkinan dimasa mendatang. Saat ini terdapat kecenderungan bahwa pemanfaatan teknologi informasi dilingkungan masyarakat (tidak terkecuali ASN) masih sebatas mengikuti trend kehidupan sosial sebatas informasi dijadikan untuk memenuhi rasa ingin tahu dan bahkan sekedar menumpuk sampah informasi (yang seharusnya tidak penting tetap diakses). Penggunaan teknologi informasi belum pada tataran untuk kepentingan peningkatan kapasitas. Teknologi Informasi yang diwujudkan dalam jejaring internet dapat diibaratkan perpustakaan yang tiada batas sehingga pengetahuan apapun bisa kita peroleh.

Memperluas jejaring (network) dengan berbagai pihak, kungkungan bekerja di tempat kerja tidak akan membatasi pengembangan jejaring pertemanan yang dapat memotivasi, dan memberikan kesempatan untuk meraih kesempatan yang lain. 

Membangun kepercayaan dan memberikan pelayanan yang terbaik, maskipun informasi dapat memberikan kepastian terhadap pelayanan tetapi saat dihadapkan pada hal-hal tertentu masih diperlukan kontak fisik/bertatap muka untuk dalam hal ini harus mampu membangun kepercayaan sehingga pelanggan menjadi lebih loyal dan citra organisasi terangkat.

Bekerja tidak hanya untuk hari ini, pada saat diberikan kepercayaan untuk melaksanakan tugas maka tugas tersebut harus dikerjakan tidak hanya dengan baik tetapi harus harus lebih baik dari yang dikerjakan sebelumnya. 

Belajar jangan berhenti dihari ini, bila mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat untuk bekerja di hari ini maka hari esok harus mendapatkan informasi untuk merencanakan kehidupan dimasa mendatang.

Instrumen terpenting dalam tata kelola SDM Aparatur, salah satunya dengan upaya memperkuat reformasi birokrasi melalui perencanaan pengembangan sumber daya manusia. Dalam orientasinya, pelaksanaan perencanaan pengembangan SDM Aparatur bertujuan untuk menghasilkan ASN yang berkualitas, memiliki nilai-nilai fundamental, kompetensi profesional, bebas intervensi politik, dan tidak terlibat dalam praktik kolusi maupun nepotis. Aparatur pemerintah sebagai suatu disiplin ilmu diharapkan dapat mengelola dan meningkatkan diri, serta mempertanggungjawabkan keberhasilannya melalui penggunaan kerangka kerja sistem merit (berbasis kompetensi) dalam pelaksanaan pengelolaan SDM bagi aparatur pemerintah. Dengan demikian, Kompetensi memainkan peran penting dalam menumbuhkan produktivitas SDM di periode kemajuan teknologi yang memungkinkannya untuk berperan dalam mencapai tujuan organisasi (Sihite, 2018). Untuk menciptakan keberhasilan aparatur dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah maka setiap pegawai harus memiliki profesionalitas kerja yang diperkuat dengan pelaksanaan rencana pengembangan SDM Aparatur berbasis sistem merit.

Menpan-RB telah mengatur penciptaan SDM Aparatur melalui sistem merit yang membandingkan keahlian, kinerja, dan kompetensi yang dibutuhkan suatu peran dengan tingkat kompetensi dan kinerja yang dimiliki pelamar pada tahap rekrutmen, pengangkatan, dan promosi jabatan yang digabungkan secara transparan dan kompetitif. Lebih lanjut, pemilihan karier ASN difokuskan pada keterampilan, kompetensi, penilaian kinerja, dan kebutuhan departemen di pemerintahan, dengan tetap memperhatikan masalah integritas dan moralitas. Kejujuran dan kepatuhan terhadap regulasi, kesediaan untuk berkolaborasi, dan pemberian layanan yang optimal kepada masyarakat adalah ukuran dari aspek integritas. Sedangkan penerapan dan pengamalan prinsip-prinsip agama, budaya, dan sosial digunakan untuk menentukan aspek moralitas. Sasaran utama untuk meningkatkan kompetensi SDM Aparatur meliputi kompetisi teknis, kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial kultural. Spesialisasi pendidikan, persiapan profesional praktis, dan pengalaman kerja teknis semuanya dapat digunakan untuk menilai kompetensi teknis. Tingkat pendidikan, pelatihan manajemen, dan pengalaman kepemimpinan akan digunakan untuk menilai kompetensi manajerial. Pengalaman kerja dalam masyarakat majemuk baik dari segi agama, suku, dan budaya akan digunakan untuk menentukan kompetensi sosial kultural agar memberikan perspektif kebangsaan.

Kemudian, Revitalisasi birokrasi SDM Aparatur yang dilakukan dengan transformasi birokrasi ke arah e-governance melalui pengembangan inovasi, membangun kolaborasi dan sinergi serta dengan memberikan respons atas terjadinya perubahan lingkungan yang sangat cepat dan perkembangan era teknologi (Rahadian, 2019). Dengan terwujudnya birokrasi society 5.0 melalui tata kelola perencanaan pengembangan SDM Aparatur yang berbasis kompetensi maka diharapkan adanya perbaikan dalam hal sejauh mana aparatur pemerintah bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasalnya, tindakan korupsi telah mengakibatkan pelanggaran hak ekonomi dan sosial masyarakat yang dapat menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan kesejahteraan (Azhary, 2019). 

Menuju Birokrasi Society 5.0

Menuju Birokrasi Society 5.0 Perkembangan era dan teknologi yang semakin cepat telah mendorong birokrasi untuk melakukan perubahan melalui tata kelola pengembangan SDM Aparatur. Sumber daya manusia sebagai penggerak dan dinamika pemerintahan berada pada garda terdepan dalam melakukan perubahan dalam mewujudkan aparatur negara yang kompeten, yaitu aparatur SDM yang memiliki keahlian dan keterampilan manajerial yang unggul, guna mempercepat pembangunan tata pemerintahan yang baik. Karena dinamika perubahan lingkungan yang semakin membutuhkan kemampuan analitis untuk menghasilkan informasi, maka penting dilakukan pengembangan SDM birokrasi pemerintahan dengan meningkatkan keterampilan belajar yang berkelanjutan (Gunastri, 2013). Dalam rangka meningkatkan proses pembangunan berkelanjutan, motivasi bagi pegawai untuk terus belajar dan menambah pengetahuannya tentang pekerjaan di unit lainnya akan membuat seorang pegawai tidak hanya menguasai satu bidang saja, akan tetapi dapat menguasai dan tahu bagaimana melaksanakan pekerjaan di semua bidang. Diperkuat dengan keterampilan ICT, literasi pengetahuan dan literasi media, serta pemahaman tentang data besar dan kecerdasan buatan (Arief & Saputra, 2019).

Dewasa kini, Pemerintah sudah mestinya harus fokus pada pengembangan SDM Aparatur yang memiliki pengetahuan dan kemampuan teknis yang signifikan dan relevan secara substansial dan kontekstual dengan perkembangan zaman. Pengetahuan substansial yakni penguasaan pengetahuan yang meliputi kemampuan kognitif dan analitik. Sedangkan pengetahuan kontekstual yakni kemampuan SDM dalam memahami kondisi lingkungan organisasi baik lingkungan alam, sosial, budaya, dan iklim kerja. Tidak hanya itu, Birokrasi juga harus mampu mengadopsi teknologi dan memiliki pengetahuan terkait big data yang terintegrasi ke semua unit yang ada di birokrasi. Sehingga diperlukan internalisasi budaya akademis ke dalam birokrasi agar SDM Aparatur memiliki mental pembelajar dan termotivasi meningkatkan pengetahuan serta kemampuannya dalam memanfaatkan teknologi. Selain itu SDM Aparatur di masa depan harus memiliki keterampilan mental, keterampilan sosial, dan keterampilan manual. Keterampilan mental, yaitu penguasaan atas keahlian seseorang dalam menghadapi fenomena dan kejadian yang muncul di sekitar dunia, serta kemampuan untuk melakukan kajian yang akurat terhadap peristiwa yang terjadi. Keterampilan sosial, yaitu kemampuan untuk bergaul dengan orang lain dan bisa saling berkolaborasi.

Sementara itu, keterampilan manual mengacu pada kemampuan seseorang untuk menggunakan anggota tubuh dan indranya untuk menghasilkan barang dan jasa kreatif yang bernilai tinggi dan berorientasi pada inovasi. Pada prosesnya, Inovasi diperlukan untuk adaptasi terhadap perubahan dan pengembangan SDM aparatur pemerintah agar mampu menciptakan inovasi pelayanan publik yang berorientasi terhadap pemanfaatan teknologi informasi (Wardani, 2019). Dengan demikian, keterampilan dan kemampuan spesifik aparatur pemerintah dapat menjadi landasan bagi pengembangan pola pikir profesional seperti yang ditunjukkan oleh kapabilitasnya dalam mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menetapkan tujuan, dan memprioritaskan program berdasarkan kebutuhan dan harapan masyarakat. Alhasil, birokrasi akan lebih mampu merespons setiap persoalan yang muncul, menunjukkan fleksibilitas dalam segala keadaan, dan menjaga kepercayaan publik. Sehingga, Adanya komitmen dan kesadaran diri sangat dibutuhkan oleh setiap aparatur pemerintah untuk membangun budaya birokrasi agar tidak kehilangan kepercayaan publik (Rivai, 2019).

Birokrasi society 5.0 selain memiliki keunggulan pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan teknologi juga harus unggul dalam sikap mental. Profesionalisme SDM aparatur tidak hanya sebatas keahlian dalam berteknologi dan pengetahuan tinggi, tetapi harus diimbangi dengan perilaku yang beretika moral. Hal ini karena SDM aparatur bukan hanya bekerja untuk kepentingan individu, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. Dibutuhkan perubahan budaya birokrasi yang responsif dan aspiratif dalam merespons setiap bentuk tuntutan publik sehingga SDM Aparatur perlu melakukan internalisasi nilai-nilai tersebut ke dalam sikap mental perilaku aparatur birokrasi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perubahan pola pikir dan sikap mental SDM terhadap modernitas dalam birokrasi society 5.0, ke depannya harus mampu menghasilkan birokrasi dengan budaya kerja yang berkelanjutan, efektif, manusiawi, disiplin, dan kompeten (Sihite, 2018). Hal ini menjadi dasar dari upaya mengintegrasikan tata kelola sumber daya manusia ke dalam tata kelola yang dinamis berdasarkan prinsip pemikiran antisipatif, reflektif, dan kreatif yang menguntungkan organisasi pemerintah. Sehingga mereka tidak hanya memiliki posisi yang baik secara kelembagaan untuk menangani isu-isu publik, tetapi juga memiliki modal mental untuk menghadapi potensi tantangan dan meningkatkan kepercayaan publik.

Secara fundamental, birokrasi society 5.0 akan berperan menjadi birokrasi dengan berlandaskan karakteristik yang lebih peduli terhadap masyarakat. Setiap aparatur negara yang merupakan seorang birokrat sebagai pelayan publik harus memahami dan memiliki kesadaran sikap yang tinggi, bahwa orientasi kerja adalah memenuhi kepentingan masyarakat secara maksimal. Aparatur birokrasi pada era society 5.0 harus memiliki kapasitas pribadi berupa etika profesi dan moralitas yang berlandaskan nilai-nilai kehidupan sosial yang berakar pada sistem nilai yang hidup dalam masyarakat, bukan menjadi alat kecerdasan buatan dari teknologi atau sebaliknya memperalat teknologi untuk mengambil keuntungan pribadi secara ilegal. Birokrasi dalam era society 5.0 menjadi penting untuk diwujudkan melalui pengembangan pengetahuan yang didukung teknologi dan kualitas sumber daya aparatur sehingga dapat berkontribusi terhadap dalam berbagai sektor publik (Faruqi, 2019)

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Tantangan revolusi industri 4.0 menyonsong era society 5.0, yakni : Masalah keamanan teknologi informasi, Keandalan dan stabilitas mesin produksi, Kurangnya keterampilan yang memadai, Keengganan untuk berubah oleh para pemangku kepentingan, Hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi.
  2. Untuk menghadapi tantangan di era Revolusi Industri 4.0 menyonsong Society 5.0, dibutuhkan ASN yang dapat memecahkan masalah yang komplek, berpikir kritis, kreatif, kemampuan memanajemen, dapat berkoordinasi dengan orang lain, kecerdasan emosional, kemampuan menilai dan mengambil keputusan, berorientasi mengedepankan pelayanan kepada masyarakat, kemampuan negosiasi, serta fleksibilitas kognitif.
  3. Penguatan reformasi birokrasi dalam penciptaan SDM aparatur pada era Revolusi Industri 4.0 menyonsong Era Society 5.0 pemerintah telah menerapkan sistem merit yang membandingkan keterampilan dan kompetensi suatu jabatan pada tahap rekrutmen, pengangkatan, dan promosi, dengan tetap mempertimbangkan aspek integritas dan moralitas.

Rekomendasi

  1. Perlu adanya pengembangan kompetensi dan juga menciptakan budaya belajar sebagai bagian dari experience pegawai ASN serta untuk tercipta persepsi yang positif pada diri pegawai ASN terhadap organisasi, perlu diberikan experience dalam hal teknologi, ruang kerja, hingga karir dan peluang mereka untuk berkembang
  2. Mewujudkan agility pada pegawai membuat organisasi beradaptasi dengan cara membentuk SDM yang lebih cerdas dan responsif dalam menghadapi tuntutan baru serta Mewujudkan budaya organisasi mendorong organisasi merancang pengalaman kerja pegawai dengan cara yang positif sehingga membentuk budaya organisasi
  3. Menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang handal dengan memperkuat kualitas pendidikan dan kompetensi bagi ASN
  4. Keterlibatan elemen masyarakat dan pemangku kepentingan dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur mulai dari pemerintah pusat dan daerah, organisasi nirlaba, dan masyarakat. 
  5. Meningkatkan kualitas SDM ASN dan selalu melakukan inovasi-inovasi sehingga melahirkan berbagai kreasi yang memberikan kontribusi bagi kemajuan lingkungan dan masyarakat umumnya.
  6. ASN abad 21 harus dibekali dengan keahlian-keahlian tertentu yang terpilah menjadi 3 bagian yakni literasi dasar, kompetensi, dan karakter.

Sumber Bacaan :

Dodi Faedlulloh, Syamsul Maarif, Intan Fitri Meutia, dan Devi Yulianti (2020), Birokrasi Dan Revolusi Industri 4.0: Mencegah Smart Asn Menjadi Mitos Dalam Agenda Reformasi Birokrasi Indonesia

Arief, N. N., & Saputra, M. A. A. (2019). Kompetensi Baru Public Relations Pada Era Artificial Intelligence. Jurnal Sistem Cerdas, 2(1), 1–12. https://doi.org/10.37396/jsc.v2i1.19

Gunastri, N. M. (2013). Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi. Forum Manajemen, 11(2), 77–86.

Menghadapi Era Society 5.0, Perguruan Tinggi Harus Ambil Peran. http://new.widyamataram.ac.id/content/news/menghadapi-era-society-50-perguruan-tinggi-harus-ambil-peran#.YeGVTP5BxPY

Eko Boedijanto, 2019. Antangan Asn Pada Revolusi Industri 4.0 Auditor Kepegawaian Muda Kanreg I Bkn Yogyakarta

Irianto, J. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik di Indonesia : Pengantar Pengembangan Model MSDM Sektor Publik, 24(1998), 281– 291

Faruqi, U. Al. (2019). Future Service In Industry 5.0. Jurnal Sistem Cerdas, 2(1), 67–79. https://doi.org/10.37396/jsc.v2i1.21

Sihite, M. (2018). Peran Kompetensi Dalam Mewujudkan Sumber Daya Manusia Yang Berdaya Saing Tinggi di Era Revolusi Industri 4.0: Suatu Tinjauan Konseptual. Jurnal Ilmiah Methonomi Volume, 4(2), 145–159.

Wardani, A. K. (2019). Urgensi Inovasi Pelayanan Bidang Administrasi Publik di Era Disrupsi. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 6(2), 30–35.

Rahadian, A. . (2019). Revitalisasi Birokrasi Melalui Transformas Azhary, V. H. (2019). Nepotisme dan Gratifikasi Sebagai Unsur Budaya Pada Korupsi Politik dan Birokrasi di Indonesia. Simposium Nasional Ilmiah Dengan Tema: (Peningkatan Kualitas Publikasi Ilmiah Melalui Hasil Riset Dan Pengabdian Kepada Masyarakat), 754– 762. https://doi.org/10.30998/simponi.v0i0.437

Birokrasi Menuju EGovernance Pada Era Revolusi Industri 4.0. Prosiding Seminar Stiami, 6(1), 85–94.

 

Komentar

  1. Kalau ASN tidak bisa mengembangkan diri maka akan tertinggal, semangat ASN ...

    BalasHapus

Posting Komentar